Artikel Berita ke-2

{{inviter.name}} has invited you to join the group: "{{group.name}}". To accept your invitation, visit: {{{invites.url}}} To learn more about the group, visit: {{{group.url}}}. To view {{inviter.name}}'s profile, visit: {{{inviter.url}}}

Baghdad – Parlemen Irak menuntut agar ribuan tentara Amerika Serikat (AS) segera diusir dari wilayah mereka. Tuntutan ini disampaikan setelah serangan drone AS menewaskan seorang jenderal Iran di wilayah Baghdad, Irak, pekan lalu.

Seperti dilansir AFP, Senin (6/1/2020), hubungan antara AS dan Irak semakin memburuk setelah kematian Komandan Pasukan Quds pada Garda Revolusi Iran, Mayor Jenderal Qasem Soleimani dan tokoh militer Irak, Abu Mahdi al-Muhandis, yang merupakan wakil komandan milisi Hashed al-Shaabi yang pro-Iran.

Soleimani dan Al-Muhandis tewas setelah kendaraan yang mereka tumpangi terkena serangan drone militer AS di luar kompleks Bandara Internasional Baghdad pada 3 Januari lalu. Total 10 orang tewas akibat serangan AS yang diperintahkan oleh Presiden Donald Trump.

Pada Minggu (5/1) waktu setempat, serangan dua roket mengenai sebuah lokasi di dekat Kedutaan Besar (Kedubes) AS yang ada di Zona Hijau yang dijaga ketat di Baghdad. Serangan ini merupakan yang kedua setelah serangan serupa mengenai pangkalan udara yang menampung tentara AS pada Sabtu (4/1).

Baca juga -->  Tak Kalah Dengan Suami,Emak Emak Di Kelurahan Welala Ikut Kerja Bakti.

Pada hari yang sama, Perdana Menteri (PM) Irak, Adel Abdul Mahdi, menghadiri rapat luar biasa di parlemen yang membahas serangan AS yang menewaskan Soleimani. Dalam rapat itu, PM Abdul Mahdi mengecam serangan AS sebagai ‘pembunuhan politik’.

PM Abdul Mahdi bergabung bersama 168 anggota parlemen Irak membahas pengusiran tentara-tentara AS. Jumlah tersebut memenuhi kuorum untuk pengambilan keputusan dalam parlemen Irak yang total beranggotakan 329 orang.

Sekitar 5.200 tentara saat ini ditugaskan di berbagai pangkalan militer Irak untuk mendukung tentara-tentara lokal dalam mencegah bangkitnya kelompok radikal Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Ribuan tentara AS itu dikerahkan sebagai bagian dari koalisi internasional yang lebih luas, yang diundang oleh pemerintah Irak pada tahun 2014 untuk membantu memerangi ISIS.

Dalam voting terbaru yang digelar Minggu (5/1) waktu setempat, mayoritas anggota parlemen Irak sepakat mendukung resolusi yang meminta pemerintah Irak untuk mengakhiri kesepakatan yang mendasari pengerahan tentara AS ke Irak.

Baca juga -->  BLT DD Rp 600 Ribu Tahap II Disalurkan Pemdes Lalowosula

Resolusi itu didukung oleh mayoritas anggota parlemen dari Syiah, yang mendominasi parlemen Irak. Banyak anggota parlemen dari Sunni dan Kurdi yang tidak hadir dalam voting tersebut, yang jelas dipicu oleh ketidaksepakatan mereka terhadap resolusi itu.

“Parlemen telah memilih untuk mendorong pemerintah Irak membatalkan permintaan kepada koalisi internasional untuk membantu memerang IS (nama lain ISIS),” tegas Ketua Parlemen Irak, Mohammed Halbusi, dalam pernyataannya.

“Pemerintah Irak memiliki kewajiban untuk mengakhiri keberadaan seluruh tentara asing di wilayah Irak dan mencegah mereka memanfaatkan daratan, perairan dan wilayah udara Irak atau alasan lainnya,” imbuhnya.

Kabinet pemerintah Irak nantinya akan mengambil keputusan akhir. Namun PM Abdul Mahdi dalam pidatonya mengindikasikan dukungan terhadap pengusiran tentara AS.

“Kita menghadapi dua pilihan utama,” ucap PM Abdul Mahdi di hadapan parlemen Irak, yang merujuk pada opsi voting agar tentara asing segera pergi dari Irak atau opsi menetapkan batasan dan kerangka waktu untuk penarikan tentara asing melalui proses di parlemen.

Baca juga -->  BAPEDA Koltim Gelar Konsultasi Pemetaan Nomenklatur OPD.

Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, telah memberikan tanggapan terhadap langkah parlemen Irak. “Kita akan melihat apa yang akan kita lakukan ketika pemimpin dan pemerintah Irak mengambil keputusan,” tegasnya.

WARTAWAN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *