JAKARTA – Ketua Komite I DPD RI, Fachrul Razi menekankan pentingnya pemerintah pusat untuk mendengarkan aspirasi para honorer khususnya guru honorer yang telah banyak berjasa bagi negara.
Hal ini disampaikan Fachrul Razi saat mendampingi ketua DPD RI AA Lanyalla Mahmud Mattaliti menerima sejumlah perwakilan Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer Nonkategori usia 35 tahun ke atas (GTKHNK35+), Senin (17/5/2021).
Mendengar pengaduan tersebut. Senator Fachrul Razi yabg juga inisiator Pansus Honorer DPD RI menilai polemik guru honorer sudah berlangsung lama dan belum mendapatkan solusi yang baik bagi para guru honorer.
“3 triliun untuk pengangkatan guru honorer menjadi PNS tidaklah membuat negara bangkrut, apalagi jika dibandingkan dengan jasa para guru yang telah banyak berkorban demi memajukan generasi bangsa”. Ucap Fachrul Razi
Kami di DPD melalui sidang paripurna DPD RI 6 Mei 2021 lalu juga telah membentuk Pansus Guru Honorer. Diharapkan nantinya kita akan segera menemukan jalan keluar untuk kesejahteraan para guru honorer.
Menurut Fachrul Razi yang juga senator asal Aceh mengatakan bahwa guru maupun tenaga kependidikan honorer telah berjasa besar bagi negara dalam mencetak dan mendidik anak-anak bangsa, namun belum mendapatkan perhatiaan serius dari pemerintah.
“Gaji kami hanya Rp 450 ribu dan dibayarkan 3 bulan sekali. Pengabdian seperti itu kok tidak dilihat oleh pemerintah. Kita ingin ada perhatian lebih dari pemerintah mengenai penghasilan yang layak ini. Sekaligus kita berharap bisa diangkat menjadi pegawai negeri sipil,” kata Lina salah satu perwakilan guru honorer dari Garut.
Ia menyoroti tidak adanya formasi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) untuk guru dan malah diganti dengan formasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Akibatnya, para guru honorer di atas usia 35 tahun harus bersaing lagi dengan guru-guru usia muda.
“Kemudian negara bilang Indonesia darurat guru. Ternyata pendidik yang sudah mengabdi belasan tahun tidak dipakai. Padahal kami juga Sarjana, punya kualifikasi dan jam terbang tinggi,” ujarnya.
“Pemerintah tidak boleh abai terhadap nasib para guru honorer, terlebih di masa pandemi saat ini. Membiarkan Honor 300-400ribu yang dibayarkan per tiga bulan kepada para guru honorer suatu bentuk pembiaran, dan itu tidak boleh terus terjadi di negara kita”. Tutup Fachrul Razi